Penerapan Restorative Justice Dalam Peradilan Pidana Anak di Pengadilan Negeri Watansoppeng
Viewed = 70 time(s)
Abstract
Penelitian ini bertujuan menganalisis dan memperoleh pemahaman terhadap penerapan nilai serta hambatan dalam penerapan keadilan restoratif pada perkara peradilan pidana anak sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi Anak yang berkonflik dengan hukum dan kendala yang dihadapi majelis hakim pengadilan Negeri watansoppeng dalam menerapkan keadilan restoratif untuk mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terkait proses persidangan terhadap kasus anak, hakim Pengadilan Negeri Watansoppeng senantiasa mengupayakan penerapan restoratif justice dengan memberi saran kepada korban, terdakwa dan pihak keluarga untuk mengusahakan perdamaian sebagai upaya penyelesaian kasus di luar jalur persidangan, namun upaya tersebut seringkali ditolak oleh korban dan keluarganya dan menginginkan agar pelaku dihukum seberat-beratnya. Faktor Kebudayaan dari keluarga korban inilah yang tidak mendukung penyelesaian perkara di luar peradilan atau perdamaian.
This study aims to analyze and gain an understanding of the application of values and obstacles in the application of restorative justice in juvenile criminal justice cases in accordance with Law Number 11 of 2012 concerning the Criminal Justice System for Children in order to provide legal protection for children who are in conflict with the law and the obstacles they face. watansoppeng District Court panel of judges in implementing restorative justice to adjudicate crimes committed by children. The results showed that in relation to the trial process for juvenile cases, the judges at the Watansoppeng District Court always tried to apply restorative justice by advising victims, defendants and their families to seek peace as an effort to resolve cases outside the court, but these efforts were often rejected by the victim and his family and wants the perpetrator to be punished as severely as possible. The cultural factor of the victim's family does not support the settlement of cases outside the court or peace.
References
Darmini, D. (2019). Pelaksanaan Diversi Pada Sistem Peradilan Anak. QAWWAM, 13(1), 43-63.
Edyanto, N. (2017). Restorative Justice Untuk Menyelesaikan Kasus Anak yang Berhadapan dengan Hukum. Jurnal Ilmu Kepolisian, 11(3), 8.
Ernis, Y. (2017). Diversi Dan Keadilan Restoratif Dalam Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Anak Di Indonesia (Diversion And Restorative Justice In Case Settlement Of Juvenile Justice System In Indonesia). Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, 10(2), 163-174.
Hambali, A. R. (2019). Penerapan diversi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dalam sistem peradilan pidana. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, 13(1), 15-30.
Hutahaean, B. (2013). Penerapan Sanksi Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Anak. Jurnal Yudisial, 6(1), 64-79.
Islah, I. (2017). Kebijakan Pidana Alternatif Kerja Sosial terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 17(1), 95-102.
Jafar, K. (2015). Restorative Justice Atas Diversi Dalam Penanganan Juvenile Deliquency (Anak Berkonflik Hukum). Al-'Adl, 8(2), 81-101.
Pratama, R. (2020). Relevansi Restorative Justice Dalam Penanganan Anak Nakal. Supremasi Hukum, 16(1), 99-108.
Ratomi, A. (2013). Konsep prosedur pelaksanaan diversi pada tahap penyidikan dalam penyelesaian tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Arena Hukum, 6(3), 394-407.
Taufiq, M. (2013). Penyelesaian Perkara Pidana yang Berkeadilan Substansial. Yustisia Jurnal Hukum, 2(1), 25-32.
Yulia, R. (2012). Penerapan Keadilan Restoratif Dalam Putusan Hakim: Upaya Penyelesaian Konflik Melalui Sistem Peradilan Pidana. Jurnal Yudisial, 5(2), 224-240.
Zulfa, E. A. (2010). Keadilan Restoratif dan Revitalisasi Lembaga Adat di Indonesia. Indonesian Journal of Criminology, 4199.